media komunikasi dan informasi

Rabu, 14 Desember 2011

KHASIAT MADU BERDASARKAN PENELITIAN ILMIAH



  1. LUKA
  1. Penelitian dengan hewan
Berawal dengan penelitian madu secara empiris oleh para tentara perang Rusia dalam penyembuhan luka, Bergman dkk. (1983) melakukan penelitian madu pada tikus mencit. Tikus mencit dilukai di sekitar leher, dilakukan pemberian madu sebagai kelompok perlakuan dan larutan garam fisiologis (sesuai dengan osmolaritas tubuh) sebagai control negative.
Madu dan larutan garam fisiologis diberikan pada luka dua kali sehari selama 3, 6 dan 9 hari. Pembentukan jaringan dan epitel dinilai secara mkroskopik. Pembentukan kulit setelah pemberian madu mengalami kenaikan sebesar 58% setelah 3 hari, 114% setelah 6 hari, dan 12% setelah 9 hari dibandingkan dengan perlakuan luka dengangaram fisiologis. Setelah itu, ditemukan adanya pembentukan jaringan tebal di pusat luka pada mencit yang diberi perlakuan madu.
Selain pemberian madu secara topical/pada kulit, dilakukan pula penelitian kemampuan madu sebagai penyembuh luka secara oral (pemberian lewat mulut) pada tikus oleh Kandil dkk. (1987), El-Banby dkk. (1989), dan Suguna dkk. (1992). Madu diberikan secara oral sebanyak 0,5-1 ml kepada setiap tikus yang dilukai kulitnya. Madu yang diberikan secara oral ternyata mampu menyembuhkan luka sayatan pada tikus yang diteliti.
Luka yang diteliti bukan hanya luka sayatan, melainkan juga luka ulkus pada lambung yang disebabkan pemberian indometasin (Ali dkk, 1994) dan asetosal (Kandil dkk., 1987). Ali dkk. Memberikan madu selama dua kali sehari sebanyak 312 mg setiap kilogram berat badan tikus, sedangkan Kandil dkk. Memberikan madu sebanyak 4 gram setiap kilogram berat badan tikus selama tiga hari.
Ulkus yang disebabkan oleh indometasin maupun asetosal mampu disembuhkan oleh madu. Angka kesembuhan  pada penelitian Kandil dkk akibat pemberian madu berkisar sekitar 80%. Ali dkk. Menduga kemampuan madu sebagai penyembuh ulkus lambung disebabkan kekentalan madu yang mampu menjadi pelapis layaknya sucralfat (obat ulkus) dan adanya senyawa-senyawa dalam madu yang mampu meningkatan pembentukan granulasi sel-sel di lambung.
  1. Penelitian pada manusia
Pemberian madu secara topical mampu menyembuhkan luka akibat tindakan bedah vulva pada pasien penderita kanker vulva. Penelitian dilakukan oleh Cavanagh dkk. (1970) pada 12 pasien. Pasien diberi madu yang diaspirasikan pada perban steril, setelah 3-8 minggu diperoleh hasil yang mengagumkan. Madu mampu menyembuhkan luka pada vulva sekaligus menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri yang mengontaminasi luka pada vulva, yakni P.mirabilis, P.aeruginosa, E.coli, Enterobacter, S.faecalis, S.aureus, dan Clostridium perfringens.
Efem (1993) meneliti kemampuan madu sebagai penyembuh luka akibat gangrene, dan luka akibat diabetes mellitus pada pasien di Afrika. Madu diberikan secara topika sebanyak 15-30 ml sekali sehari. Luka gangrene dan luka diabetic sembuh dan membaik diikuti dengan tidak ditemukannya bakteri-bakteri yang sebelumnya ada di sekitar luka, yakni P.pyocyenea, E.coli, S.aureus,P.mirabilis, coliform. Klebsiella, Sterptococcus faecalis, dan Streptococcus pyogenes.
Luka  setelah operasi cesar juga tak luput dari penelitian para ahli dan dipublikasikan dalam Australia NZ Journal of Obstetrics & Gynaecology. Madu diaplikasikan dengan perban pada luka bekas operasi. Ditemukan kemampuan madu sebagai penyembuh luka bekas operasi Caesar akan membuka peluang penggunaan madu dalam klinik.
Kemampuan madu sebagai penyembuh luka dibandingkan dengan intraSite Gel. Penelitian dilakukan pada pekerja tambang emas dengan luka yang dangkal. Ditemukan lama penyembuhan pada luka tersebut tidak berbeda antara penggunaan madu dengan IntraSite Gel. Pada penyembuhan luka dengan madu, 27% subjek merasakan efek samping berupa gatal-gatal, sementara dengan IntraSiteGel sebanyak 31% subjek juga mengalami gatal-gatal. Selain itu, ditemukan adanya penghematan biaya dengan penggunaan madu dibandingkan dengan pemakaian IntraSite Gel (Ingle, R, dkk., 2006).
 
  1. LUKA BAKAR
  1. Penelitian dengan hewan
Penelitian kemampuan madu dalam menyembuhkan luka bakar pertamakali dilakukan oleh Postmes dkk. (1996) pada luka bakar babi. Selain madu, juga dilihat kemampuan larutan gula dan silver sulfadiazine (salep luka bakar yang telah terbukti efektif). Luka bakar yang diolesi madu, larutan gula dan silver sulfadiazine diamati secara histology selama hari ke-7 hingga ke-42 setelah terjadinya luka bakar. Madu dan larutan gula ternyata mampu menyembuhkan luka bakar setelah diberikan selama 21 hari, sedangkan waktu untuk penyembuhan luka bakar setelah pemberian silver sulfadiazine membutuhkan setidaknya 28 hingga 35 hari. Pada luka bakar yang diolesi madu dan larutan gula, ditemukan pembentukan myfibroblast.
  1. Penelitian pada manusia
Pada manusia dengan luka bakar sebesar 40%, dari total 52 pasien yang diteliti oleh Subrahmanyam (1993) yang diberi 15-30 ml madu setiap hari, ditemukan bahwa madu mampu menumbuhkan jaringan baru setelah 7,4 hari, sedangkan 52 pasien luka bakar yang diberi silver sulfadiazine membutuhkan waktu hampir dua kalinya, yakni 13,4 hari. Selain itu, peneliti yang sama membandingkan kemampuan madu dengan moisture permeable polyurethane film (OpSite) steril dalam menyembuhkan luka bakar. Luka nakar yang diberi madu akan sembuh setelah 10,8 hari, sementara yang menggunakan OpSite membutuhkan waktu 15,3 hari.
Subrahmanyam juga membandingkan madu dengan kulit kentang rebus yang digunakan sebagai penyembuh luka bakar. Madu menyembuhkan luka bakar setelah 10,4 hari, sementara kulit kentang rebus membutuhkan waktu 16,3 hari. Pembentukan jaringan baru setelah pemberian madu juga lebih cepat, yakni 6,8 hari dibandingkan dengan kulit kentang yang butuh waktu 3 hari lebih lama.
Tampaknya Subrahmanyam belum puas dengan hasil penelitian ini, karena itu dia juga membandingkan madu denan membrane amnion yang diambil dari ibu yang melahirkan secara normal maupun bedah cesar. Empat puluh pasien luka bakar diberi madu secara topical, 24 lainnya mendapat cairan amnion. Kedua bahan diberikan kepada pasien setiap dua kali sehari. Setelah 9,4 hari, pasien luka bakar yang diberi madu mengalami penyembuhan, sedangkan yang mendapatkan cairan amnion butuh waktu 17,5 hari.
Ndayisaba dkk. (1993) juga melakukan penelitian luka bakar pada pasien di Burundi. Tiga puluh tiga pasien yang diolesi madu, mengalami penyembuhan luka bakar setelah 5-6 minggu.[]
 
KHASIAT MADU BERDASARKAN PENELITIAN ILMIAH LAINNYA
  1. KONJUNGTIVITIS
Emarah (1985) melakukan penelitian untuk melihat kemampuan madu dalam menyembuhkan konjungtivitis (radang konjungtiva/belekan). Madu dioleskan selama 2-3 kali sehari pada sekitar mata. Semua pasien mengalami kesembuhan dengan madu tersebut.
  1. PERBAIKAN STATUS GIZI
Tingginya energy dalam madumenginspirasi peneliti dari Center for Research and Development of Nutrition and Food melakukan penelitian pengaruh madu terhadap status gizi anak balita di Kodya Bogor. Balita berumur 13-36 bulan yang menderita gizi kurang diberi madu dibaningkan dengan kelompok umur tersebut yang diberi sirop. Baik madu maupun sirop diberikan sebanyak 20 gram per hari. Pemberian perlakuan tersebut dilakukan selama dua bulan. Kedua perlakuan dikombinasikan dengan vitamin C dan B kompleks. Kombinasi madu dengan vitamin B kompleks dan C akan menurunkan angka kesakitan anak-anak balita, utamanya terhadap sakit panas dan pilek. Selain itu, madu akan meningkatkan nafsu makan (60%), porsi makan (50%), dan frekuensi makan (31%). Peneliti menduga bahwa selain pengaruh vitamin, madu berperan besar dalam merangsang nafsu makan karena mempunyai kadar gula yang tinggi dan dalam bentuk molekul yang mudah diserap oleh saluran pencernaan.
  1. PENGHILANG RASA SAKIT
Madu yang berasal dari bunga akasia diuji dengan menggunakan tikus mencit yang dirangsang rasa nyeriya dengan menjepit ekor dan telapak kakinya. Madu mampu menghambat terjadinya rasa nyeri hingga menit ke-60, sedangkan indometasin mampu menghilangkan rasa sakit hingga menit ke-120 (Azimi, dkk., 2007). Madu mampu menghambat rasa nyeri walaupun daya hambatnya berkisar satu jam.
  1. ORALIT
Jika selama ini yang kita kenal adalah oralit formula WHO menggunakan glukosa sebagai sumber karbohidrat, Haffeje dan Moosa (1985) mencoba mengganti sumber karbohidrat dalam oralit dengan madu. Bahan lainnya sama persis dengan formula WHO, yakni natrium, kalium, dan klorida, ditambah madu diberikan kepada 169 pasien anak usia 8 hari-11 tahun penderita diare. Masa penyembuhan dari dehidrasi terbukti lebih cepat dengan formula madu , yakni 58 jam, sementara yang diberi formula WHO butuh waktu 93 jam.
  1. GANGGUAN SALURAN PENCERNAAN
Salem (1985) memberikan madu 30 ml sebelum makan sebanyak tiga kali sehari pada penderita gastritis, duodenitis, dan ulkus duodenum. Dua pertiga pasien mengalami perbaikan dari penyakitnya setelah pemberian madu secara oral tersebut. Kadar hemoglobin (Hb) pasien juga meningkat.
  1. AIDS
Pasien AIDS berusia 40 tahun, diberi madu sebanyak 80 gram selama 21 hari. Setelah diberikan selama 21 hari, dilakukan pemeriksaan fungsi biokimiawi dan hematologi pasien AIDS tersebut untuk melihat pengaruh madu. Ditemukan adanya penurunan kadar prostaglandin, nitritoksida, jumlah limfosit, jumla platelet, kadar protein serum, kadar albumin, kadar tembaga dalam darah. Tampaknya madu mampu meningkatkan keadaan biokimiawi hematologo pasien AIDS (Al-Waili, dkk., 2006).
  1. HEMOROIDS
Sejumlah 15 pasien usia 28-70 tahun, yang menderita hemoroid derajat 1 hingga 3 diberi campuran berisi madu, minyak zaitun, lilin lebah (komposisi 1:1:1) selama 12 jam. Ternyata, terjadi perdarahan, gatal-gatal, benkak, dan kemerahan serta rasa sakit dinilai dengan score. Keefektifan penyembuhan dinilai dengan perbandingan sebelum dengan sesudah perlakuan selama empat minggu. Terbukti campuran bahan berisi madu mampu mengurangi adanya perdarahan, rasa sakit, dan gatal-gatal secara bermakna. Dilaporkan tidak muncul adanya efek samping penggunaan bahan berisi madu pada penyembuhan hemoroid tersebut (Al-Waili, dkk., 2006).
  1. KANKER
Oksigen reaktif memegang peran penting pada proses kanker dan penyebaran kanker (metastasis). Salah satu ramuan terkenal yang digunakan untuk mengobati kanker adalah Kalpaamruthaa (berisi madu, Semecarpus anacardium, dan Emblica officinalis), diuji kemampuannya dalam menghambat kanker payudara pada tikus yang diinisiasi dengan sel kanker paudara. Hewan uji yang telah diberi ramuan Kalpaamruthaa diamati kadar peroksida lemak dan antioksidannya dari sampel darah, an organ vital, seperti hati, ginjal, dan jaringan payudara. Pada keadaan kanker, terjadi peningkatan peroksida lemak, sementara antioksidannya menurun. Dengan pemberian Kalpaamruthaa yang mengandung madu, diperoleh hasil adanya penurunan kadar peroksida lemak dan peningkatan kadar antioksida. Dengan demikian, dimungkinkan madu dan bahan lainnya dalam Kalpaamruthaa mampu menjadi pelindung terhaadp terjadinya kanker payudara (Veena., dkk, 2007).
  1. ANTIOKSIDAN
Kemampuan madu sebagai antioksidan diteliti dengan menggunakan metode elektrokimia yang menunjukkan kemampuan bahan dalam mereduksi radikal bebas. Madu yang diuji berasal dari 12 wilayah, semuanya menunjukkan kemampuan antioksidan yang memadai (nilai 0,9 terhadap kandungan fenol) (Buratti, dkk., 2007).
Madu Venezuela juga diuji kemampuan antioksidannya menggunakan metode oksidasi ferro dengan xylenol oranye, asam tiobarbiturat, dan aktivitas antioksidan. Kosentrasi pembentukan hidroperoksida lemak dan malonilalhedid diturunkan secara nyata oleh madu, yang menunjukkan kemampuannya sebagai antioksidan yang setara dengan melatonin dan vitamin E. kadar madu 50% setara dengan asam urat 0,62m yang bersifat antioksidan (Perez, dkk., 2006).
  1. PERDARAHAN
Pengaruh madu terhadap parameter hematologi dan biokimiawi tubuh setelah perdarahan (bleeding) juga tak luput dari pengamatan para ahli. Tikus Sprague-Dawly digunakan sebagai subjek penelitian yang diberi perlakuan 50% diet berisi madu dibandingkan dengan 50% dextrose. Delapan hari setelah bleeding, tikus diberi diet yang dibandingkan. Pemberian diet madu 50% mampu menurunkan kadar gula darah, enzim aspartat aminotransferase (AST), alanin aminotransferase (ALT) dan triasilgliserol, sel darah putih, serta menaikkan kadar hemoglobin (Hb), dan serum albumin. Parameter-parameter ini menunjukkan adanya kemampuan madu sebagai diet dalam penanganan perdarahan (Al-Waili, dkk., 2006).
  1. GANGGUAN HATI
Untuk melihat kemampuan madu sebagai hepato protektif/pelindung hati, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan karbon tetraklorida (CCl). CCl mengakibatkan adanya kerusakan di sel-sel hati sehingga tampak pada parameter AST dan ALT. AST dan ALT akan naik secara tajam setelah perlakuan CCl. Dengan pemberian madu pada tikus setelah pemberian CCl, diperoleh hasil bahwa madu mampu menurunkan kadar AST dan ALT secara bermakna (Al-Waili, dkk., 2006). Tampak bahwa madu mempunyai kemampuan menjadi pelindung hepar.
  1. MENGURANGI EFEK SAMPING RADIOTERAPI PADA KANKER
Penyembuhan kanker dengan raioterapi sering menimbulkan berbagai efek samping. Pada pasien kanker orofaring sering muncul efek samping mukositis. Empat puluh pasien yang mendapatkan radioterapi, diberi kombinasi pemberian madu 20 ml, yang diminum 15 menit sebelum radioterapi, 15 menit dan 6 jam sesudahnya. Ternyata, madu mampu menurunkan efek samping terjainya mukositis secara nyata (tinggal 20%). Selain itu, kepatuhan pasien dalam menggunakan madu setelah radioterapi juga baik (Biswal, dkk., 2003).
Pada kanker payudara, radioterapi juga menimbulkan efek samping kelainan di kulit. Madu juga diteliti pada kelainan kulit akibat radioterapi pada pasien-pasien kanker payudara. Madu yang dioleskan setelah radioterapi ternyata mampu menurunkan kejadian kelainan kulit akibat radioterapi (Moolenaar, dkk., 2006).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar